KISAH ABRAHAM DAN KETERANGAN ARKEOLOGIS
Era Abraham sering diperkirakan mulai sekitar tahun 2000 sebelum Masehi, dan itu adalah perkiraan yang bermanfaat. Untuk sampai pada tanggal yang lebih tepat, perlu untuk menghitung surut, dengan menggunakan perhitungan kronologis yang agak rinci. Berpaut pada teks Perjanjian Lama bahasa Ibrani, Salomo mungkin mulai bertahta pada tahun 970 sebelum Masehi. Peristiwa keluarnya bangsa Israel dari Mesir terjadi 480 tahun sebelum tahun keempat dari pemerintahan Salomo, atau sekitar tahun 1446 sebelum Masehi. Masuknya para leluhur ke Mesir pada 430 tahun sebelumnya - sekitar 1876 sebelum Masehi. Setelah mengkaji kitab Kejadian, dapat diambil kesimpulan bahwa para bapa leluhur tinggal di Kanaan 215 tahun, sehingga memasuki Kanaan sekitar tahun 2091 sebelum Masehi. Berdasarkan Kitab Kejadian, Abraham memasuki Kanaan pada usia 75 tahun. Ishak dilahirkan ketika Abraham berumur 100. Ishak berumur 60 pada saat
kelahiran Yakub, dan Yakub berumur 130 tahun ketika ia menghadap Firaun. Sejumlah 215 tahun telah berlalu antara masuknya Abraham ke Kanaan dan masuknya Yakub ke Mesir. Karena Abraham berumur 75 tahun ketika masuk ke Kanaan, kelahirannya ditetapkan pada 2166 sebelum Masehi.
Garis keturunan Abraham dari Sem, anah Nuh, terdapat di Kejadian 11. Ini mungkin merupakan sebuah daftar silsilah lengkap, tetapi sebaliknya mungkin hanya menyebutkan orang-orang penting dalam garis keturunan itu. Garis keturunan Abraham dari Sem tercatat sebagai berikut: Sem, Arpakhsad, Selah, Eber, Peleg, Rehu, Serug, Nahor, Terah, Abraham. Karena nama 'Eber' berasal dari akar kata Ibrani yang sama dengan kata 'Ibrani', banyak sarjana Alkitab yakin bahwa 'Ibrani' diambil dari 'Eber', dan bahwa orang-orang Ibrani dari garis keturunan Abraham dan beberapa kaum lain yang berhubungan adalah keturunan Eber. Akan tetapi, dalam Perjanjian Lama, istilah 'Ibrani' biasanya diterapkan pada Abraham melalui Ishak dan Yakub.
Orang-orang yang menganut Septuaginta, terjemahan Perjanjian Lama bahasa Yunani, tiba pada suatu tanggal yang sedikit kemudian untuk Abraham, mungkin sekitar tahun 2085 sebelum Masehi bagi kelahirannya dan tahun 2010 sebelum Masehi sebagai tanggal masuknya Abraham ke Kanaan. Banyak ahli yang melepaskan diri dari rincian kronologi teks Perjanjian Lama menempatkan periode para bapa leluhur secara umum selama paruhan pertama milenium kedua sebelum Masehi. Di antara mereka itu tidak ada kebulatan suara mengenai kronologi para bapa leluhur.
Ayah Abraham, Terah tinggal di Ur Kasdim di Mesopotamia Selatan. Di sini Abraham dibesarkan dan menghabiskan masa mudanya. Sebagai hasil penggalian arkeologis yang dilakukan di Ur (1922-1934) oleh C. Leonard Wooley, banyak sekali yang sekarang diketahui tentang kota ini; sebenarnya, seluruh latar belakang dan lingkungan Abraham sekarang dapat digambarkan. Ada contoh yang baik dari jenis rumah pada masa Abraham di Ur. Sebuah tempat tinggal rata-rata berukuran 12 kali 15,6 meter. Dinding-dinding bagian bawah dibangun dari batu-bata yang dibakar, yang bagian atas dari batu-bata yang dibuat dari lumpur, dan seluruh dinding biasanya diplester dan dikapur.
Ruang masuk menuju ke pelataran tengah, dan semua ruangan keluar ke pelataran ini. Pada lantai bawah terdapat ruangan pelayan-pelayan, dapur, kamar mandi, kamar tamu, dan juga kamar mandi dan tempat cuci yang dicadangkan untuk para tamu. Jadi seluruh lantai pertama dimanfaatkan untuk para pelayan dan tamu, lantai kedua adalah tempat tinggal keluarga. Seluruh rumah orang kelas menengah memiliki antara sepuluh sampai dua puluh kamar.
Temuan-temuan lain di Ur menunjukkan bahwa pendidikan telah diadakan secara luas pada masa Abraham. Pada usia muda murid-murid telah belajar menulis tanda-tanda kuneiform sementara guru memberi contoh pada sebongkah tanah liat lunak yang telah dipipihkan. Mereka juga mendapat pelajaran membaca. Lempeng-lempeng tanah liat lain
menunjukkan bahwa dalam matematika mereka belajar perkalian dan pembagian, dan ketika mereka makin maju mereka diharuskan belajar akar pangkat dua dan akar pangkat tiga serta mengerjakan soal-soal geometri yang sederhana. Ketika hasil-hasil dari bagian penggalian ini ditinjau, ternyata bahwa empat ribu tahun lalu, murid-murid sekolah pada masa Abraham, harus belajar membaca, menulis dan berhitung, sama seperti yang dipelajari oleh murid-murid masa kini.
Tingkat melek huruf di Ur dan jumlah dokumen yang ditemukan dari situs tersebut memberikan informasi baru tentang cerita Alkitab. Sebagai seorang anggota dari golongan atas, Abraham tentunya dapat membaca dan menulis. Jika tidak, ia cukup kaya untuk mengupahi seorang juru tulis untuk mencatat laporan-laporan usaha dagangnya
dan mencatat kejadian-kejadian sejarah. Biasanya dianggap bahwa sejarah para leluhur diteruskan melalui tradisi lisan, dan banyak orang meragukan kecermatan banyak aspeknya. Tetapi mengingat temuan-temuan yang lebih baru, maka betul-betul masuk akal untuk berpendapat bahwa Abraham mewariskan laporan-laporan tertulis, dan
Musa memiliki beberapa laporan tersebut ketika ia menulis kitab Kejadian. Lagi pula, Musa sendiri adalah seorang yang berpendidikan tinggi sebagai anggota keluarga raja Mesir dan pada usia lanjut barangkali ia telah mengawasi arsip-arsip apa pun yang terdapat di antara orang-orang Ibrani pada masa itu.
Bahkan bukti tentang luasnya jangkauan perdagangan pada masa itu terungkap ketika sebuah konosemen yang dibuat sekitar tahun 2040 sebelum Masehi ditemukan dalam penggalian. Konosemen itu menunjukkan bahwa sebuah kapal telah mencapai Teluk Persia di Mesopotamia Selatan setelah dua tahun pelayaran. Muatannya termasuk bijih tembaga, emas, gading, kayu keras untuk membuat lemari, dan piroksen serta batu pualam untuk membuat patung. Beberapa dari bahan-bahan impor ini berasal dari daerah-daerah yang cukup jauh. Namun, pengetahuan tentang urusan perdagangan di Ur selama masa kejayaannya tidak bergantung pada satu konosemen saja. Banyak konosemen, tagihan, surat-surat kredit, kasus pengadilan, dan laporan pajak juga telah ditemukan.
Terah membawa keluarganya dari Ur dan berpindah ke Haran di Mesopotamia utara, sekitar 180 km di barat laut Ur, di sana ia meninggal dunia.
Sementara Abraham masih di Mesopotamia, Allah memanggilnya untuk meninggalkan negeri dan sanak saudaranya dan pergi ke negeri yang akan ditunjukkan Tuhan, yang ternyata adalah Kanaan.
Abraham dipanggil untuk keluar dari tengah-tengah penyembahan berhala dan kekafiran. Beberapa ratus tahun kemudian ketika Yosua menunjuk kepada keluarga Abraham, ia berkata bahwa mereka "beribadah kepada allah lain". Penggalian C. Leonard Wooley di Ur (1922-1934) memberi banyak keterangan mengenai agama kafir yang tumbuh dengan
subur di daerah itu pada masa Abraham. Dewa utama di kota itu adalah dewa bulan yang bernama Nanna (sebelumnya tertulis Nannar), yang kuil dan ziguratnya terletak di daerah yang luas berukuran 360 kali 180 meter. Zigurat ini adalah sebuah menara batu bata yang padat dengan ukuran 60 meter panjangnya, 45 meter lebarnya dan sekitar 21 meter tingginya. Tangga batu bata yang kuat menuju ke tingkat-tingkat atas, dan pada bagian puncak (tingkat ketiga) berdiri sebuah kuil untuk dewa. Di kaki zigurat ini berdiri sebuah
kuil untuk Nanna, yang tampaknya dihuni bersama-sama dengan istrinya, dewi bulan Ningal. Berdekatan dengan kuil ini adalah sebuah dapur untuk persiapan kurban. Tidak jauh dari situ, para penggali menemukan kuil lain, Ekhursag, sebuah pusat pemujaan untuk kultus raja yang sedang berkuasa. Kurban juga dipersembahkan kepada roh raja setelah ia meninggal.
Perjanjian Allah dengan Abraham mencantumkan beberapa janji:
(1) "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar". Janji ini telah dipenuhi dalam hal jumlah. Tambahan lagi, janji ini telah dipenuhi dalam hal pengaruh yang telah dimiliki oleh Israel baik sebagai bangsa maupun secara individu, tidak saja dalam lingkungan rohani, tetapi juga dalam perkara-perkara ekonomi, budaya dan
politik dari dunia sekular. Meskipun Hitler telah berusaha untuk menghancurkan orang-orang Yahudi selama Perang Dunia II, populasi Yahudi di seluruh dunia mencapai lebih 17.000.000 pada tahun 1901, berdasarkan "World Almanac and Book of Fact 1991" (New York: Pharos Book, 1990).
(2) "Aku akan memberkati engkau". Abraham diberkati dalam hal-hal duniawi (seperti ternak, perak, dan emas) dan dalam hal-hal rohani. Berkat-berkat ini telah dinikmati juga oleh keturunannya, khususnya ketika mereka tetap setia kepada Allah.
(3) "Aku akan membuat namamu masyhur". Abraham dihormati bahkan sampai sekarang ini oleh orang Yahudi, Arab dan Kristen; khususnya untuk umat Kristen, ia adalah "bapa orang beriman".
(4) "Engkau akan menjadi berkat". Kalimat ini lebih baik diterjemahkan menjadi "Jadilah berkat," karena kata kerja dalam bentuk imperatif (bentuk yang sama dari kata kerja Ibrani yang digunakan dalam Kejadian 17:0, "Hiduplah... dengan tidak bercela"). Perintah Allah agar Abraham menjadi berkat menunjukkan tujuan misinya untuk Israel. Bangsa Israel tidak hanya akan memberikan sebuah kesaksian pasif bagi Tuhan, tetapi juga kesaksian yang positif - "Jadilah berkat."
(5) "Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau". Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan Abraham sendiri, dalam tahun-tahun berikutnya telah menjadi jelas bahwa negara-negara yang memperlakukan orang-orang Yahudi dengan baik telah menjadi makmur.
(6) "Olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat". Janji ini mempunyai implikasi mesianis, seperti yang ditunjukkan oleh berbagai rujukan Perjanjian Baru kepada janji-janji Allah untuk Abraham. Dari Abraham muncul garis keturunan yang mencapai puncaknya di dalam Kristus yang datang sebagai manusia. Dengan perantaraan Kristus berkat yang sesungguhnya telah datang ke bumi, pemenuhan janji kepada Abraham bahwa di dalam dia semua keluarga di dunia akan diberkati.
Dengan janji-janji kepada Abraham ini, Allah mulai berhubungan secara khusus dengan Bangsa yang Terpilih. Tujuan-tujuannya untuk Abraham dan bangsa Israel paling sedikit meliputi empat hal. Israel akan menjadi:
(1) saksi kepada seluruh umat manusia mengenai kenyataan dan sifat Allah;
(2) tempat penyimpanan penyataan Allah;
(3) persiapan bagi Mesias dan Juruselamat, dan
(4) saluran berkat bagi dunia.
Ketika Abraham tiba di Kanaan, ia tinggal selama beberapa waktu di Sikhem sekitar 48,3 km di utara Yerusalem, di sebuah dataran di dalam wilayah pegunungan bagian tengah Palestina. Kemudian ia pindah beberapa km ke sebelah selatan dan memasang tendanya antara Betel dan Ai, sekitar 19,3 km di sebelah utara Yerusalem. Di sini ia mendirikan sebuah mezbah kepada Tuhan dan menyembah Dia.
Hasil-hasil penggalian arkeologi tampaknya bertentangan dengan catatan Alkitab mengenai lokasi ini karena ketiga tempat yang disebutkan tidak dihuni atau nyaris tidak dihuni, ketika Abraham melewati tempat itu. Dalam penggaliannya di Sikhem, Wright menemukan bahwa di sana terdapat pemukiman yang luas pada periode Chalcolitik, pada milenium ke-4 sebelum Masehi, dan bahwa pemukiman besar berikutnya mulai sekitar tahun 1850. Dalam penggaliannya di Et-Tell, yang dihubungkan dengan kota Ai, Callaway menemukan bahwa kota yang mula-mula di sana telah dihancurkan sekitar tahun 2400 sebelum Masehi, dan bahwa lokasi itu telah ditinggalkan sampai sekitar tahun 1200. Di Betel, Kelso menemukan bahwa desa itu yang ditarikhkan ke periode tahun 2400-2200 telah ditinggalkan sekitar tahun 2200, dan sekitar tahun 2000 suatu periode pendudukan baru dimulai. Apa yang harus dilakukan terhadap masalah ini?
Pertama, Et-Tell mungkin tidak seharusnya dihubungkan dengan Ai. Kedua, meskipun Betel telah lama disamakan dengan Beitin, Bimson dan Livingstone juga meragukan kesimpulan tersebut. Jelas, jika belum ditemukan lokasi yang pasti dari kedua tempat itu, tidak ada pertentangan antara temuan-temuan arkeologi dan pemberitaan Kitab Suci. Ketiga, Abraham hanya singgah di daerah sekitar lokasi Sikhem dan pada suatu tempat antara Betel dan Ai. Tidak ada petunjuk bahwa Abraham berhubungan dengan penduduk setempat, jadi tidak menjadi soal apabila tempat-tempat itu telah ditinggalkan. Lokasi-lokasi tradisional tentu telah dikenal pada masanya, dan sedikit penduduk mungkin telah tinggal di tiap tempat. Sebenarnya, di Palestina dan sebagian besar Siria perpindahan penduduk dari kota-kota telah dimulai sedini abad ke-24 sebelum Masehi, dan gerakan itu telah menandai kurun waktu tahun 2200-2000, kemudian, secara bertahap dan setelah itu dengan lebih cepat, re-urbanisasi Palestina dimulai selama abad ke-20 dan diselesaikan pada abad ke-19.
Proses pengosongan kota ini membuat Abraham dan Ishak dapat bergerak dengan leluasa di seluruh negeri. Akan tetapi, re-urbanisasi telah membatasi dan mengancam aktivitas Yakub dan anak-anaknya pada kemudian hari. Mungkin sudah ditakdirkan oleh Tuhan bahwa orang-orang Ibrani tidak ada di negeri Palestina, tetapi tinggal di Mesir sementara orang Amori dan suku-suku lain membangun kekuatan yang nyata ketika para pengintai mengintai negeri tersebut setelah Israel keluar dari Mesir. Meskipun mungkin ada masalah berhubungan dengan eksistensi Sikhem, Betel, dan Ai pada masa Abraham, jelaslah temuan-temuan arkeologis tidak menunjukkan bahwa Alkitab membuat kekeliruan; dan apa yang diketahui sekarang tentang proses urbanisasi di Palestina menunjukkan bahwa telah terjadi kekosongan besar ketika Abraham dan Ishak pindah ke Palestina, apabila mereka ada di sana pada abad ke-22 dan ke-21 sebelum Masehi.
Catatan Kitab Kejadian menyatakan bahwa ketika kelaparan menimpa Kanaan, Abraham turun ke Mesir, di mana Sungai Nil hampir menjamin adanya panen. Sejarawan Diodorus menyatakan bahwa Mesir tidak terbuka bagi orang asing sampai sekitar abad ke-7 sebelum Masehi, jadi tampaknya bertentangan dengan pernyataan Alkitab bahwa Abraham pergi ke Mesir.
Buku-buku populer tentang arkeologi pada masa lalu telah sering menyinggung pandangan kritis bahwa orang-orang asing tidak mungkin datang ke Mesir pada zaman purba. Sering kali mereka merunut dasar pemikiran semacam itu ke sejarawan abad pertama, Strabo atau Diodorus, tetapi biasanya tidak diberikan dokumentasi lebih lanjut. Misalnya, T. Miller Neathy, mengatakan bahwa para peneliti dapat mengutip Strabo, ahli geografi dan sejarah dari Yunani, yang menyatakan menjelang zaman Kristus pada "pada waktu Psammetichus (654 sebelum Masehi) barulah Mesir membuka pelabuhannya untuk orang asing atau menjamin para pedagang asing." Pernyataan-pernyataan jenis ini yang tidak ada bukti dokumennya dianggap tidak cukup. Namun penelitian yang rinci terhadap tulisan-tulisan Strabo dan Diodorus telah menunjukkan bahwa implikasi demikian diberikan oleh Strabo, dan sebuah pernyataan terus terang dibuat oleh Diodorus. Pernyataan itu sebagai berikut:
Strabo:
"Raja-raja purba dari bangsa Mesir telah merasa puas dengan apa yang mereka miliki dan sama sekali tidak menginginkan barang impor orang asing. Mereka juga berprasangka terhadap semua yang berlayar di laut dan secara khusus terhadap orang Yunani (karena mereka kekurangan tanah milik sendiri, maka orang Yunani merusak dan mendambakan tanah orang lain), sehingga menetapkan penjagaan atas daerah ini dan memerintahkan untuk menyingkirkan siapapun yang akan mendekati."
Diodorus:
"Psammetichus... biasanya memperlakukan dengan baik semua orang asing yang tinggal di Mesir atas kehendak mereka sendiri... dan pada umumnya, dialah raja Mesir pertama yang membuka tempat-tempat perdagangan di seluruh Mesir kepada bangsa-bangsa lain serta memberikan keamanan pada orang-orang asing dari seberang lautan. Para penguasa yang mendahuluinya secara konsisten telah menutup Mesir terhadap orang-orang asing, baik dengan cara membunuh atau memperbudak siapapun yang mendarat di pantainya."
Temuan-temuan arkeologis menunjukkan bahwa orang-orang dari daerah Palestina dan Siria datang ke Mesir pada masa Abraham. Hal ini dengan jelas ditunjukkan oleh sebuah lukisan makan di Beni Hassan, yang dibuat tak lama setelah tahun 2000 sebelum Masehi. Lukisan itu menunjukkan bangsa Semit Asia yang datang ke Mesir. Lukisan ini, pada makam Khnumhotep di Beni Hasan, menggambarkan kedatangan tiga puluh tujuh orang dari suku bangsa Semit, yang tampaknya datang untuk berdagang dengan penguasa lokal, menawarkan komestik harum yang diinginkan oleh orang Mesir. Selanjutnya, petunjuk arkeologi dan sejarah tentang kedatangan orang Hyksos ke Mesir sekitar tahun 1900 sebelum Masehi memberikan bukti lain bahwa orang-orang asing diperbolehkan datang ke tanah itu. Masuknya mereka hampir bersamaan dengan Abraham. Alkitab tepat ketika menyebutkan hal ini, dan Diodorus salah.
Banyak aspek lain mengenai menetapnya Abraham di Mesir dijelaskan atau dikonfirmasikan oleh temuan-temuan arkeologi. Sebuah alasan yang mungkin bagi pernyataan Abraham bahwa Sarai adalah adik perempuannya dan bukan istrinya, diberi oleh penemuan sebuah dokumen papirus yang mengisahkan bahwa Firaun menyuruh membawa seorang wanita cantik ke istananya dan menyuruh orang membunuh suaminya. Dapat dimengerti mengapa Abraham ingin agar ia dianggap sebagai saudara laki-laki Sarai dan bukan suaminya.
Alkitab menyebutkan berbagai harta benda yang menjadi milik Abraham sementara ia berada di Mesir, "Dan Abram mendapat kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan, keledai betina dan unta". Monumen-monumen arkeologi menunjukkan adanya domba, lembu jantan, dan keledai di Mesir. Misalnya, binatang-binatang semacam ini digambarkan pada dinding kuil Hatshepsut yang indah di Dêr-el-Bahri di Thebes (sekitar tahun 1500 sebelum Masehi) dan di makam Ti di Saqqarah (sekitar tahun 2200).
Orang yang membaca sambil lalu biasanya tidak memperhatikan petunjuk bahwa Abraham memiliki unta di antara barang miliknya di Mesir. Akan tetapi, para kritikus mengesampingkan hal ini sebagai suatu kesalahan, serta menyatakan bahwa unta tidak dikenal di Mesir sampai lama setelah Abraham. Akan tetapi, ketika materi arkeologi dikaji, ternyata unta sudah dikenal di Mesir bahkan sebelum masa Abraham.
Bukti arkeologis yang menunjukkan pengetahuan awal tentang unta di Mesir termasuk berbagai patung dan arca unta, piagam yang menggambarkan unta, ukiran dan lukisan di batu karang, tulang-tulang unta, sebuah tengkorak unta, dan tali dari bulu unta. Benda-benda ini, sejumlah dua puluh buah, berkisar antara abad ke-7 sebelum Masehi surut ke periode sebelum tahun 3000 sebelum Masehi. Dalam tahun-tahun belakangan amat banyak petunjuk tentang pemeliharaan dan pemakaian unta di Mesopotamia dan Siria selama periode bapa leluhur ini telah dinyatakan. K. A. Kitchen telah mengumpulkan sebagian informasi ini. Jadi, sekali lagi bukti menunjukkan catatan Alkitab mengenai Abraham dapat dipercaya.
Setelah Abraham kembali ke Kanaan dari Mesir, ia mendapati bahwa sering kali terjadi pertengkaran antara gembala-gembalanya dan gembala-gembala Lot, kemenakannya. Abraham mengusulkan agar mereka berpisah dan dengan baik hati menawarkan kepada Lot untuk memilih bagian manapun dari Kanaan yang diinginkannya. Lot memandang
sekeliling dan memilih Dataran Yordan, termasuk Lembah Yordan dan daerah sekeliling Laut Mati. Dewasa ini seluruh daerah tersebut adalah bagian yang paling panas di Palestina, dengan suhu berkisar antara 104 sampai 118 derajat pada beberapa hari di bulan Agustus.
Catatan Alkitab mengenai pilihan Lot atas Dataran Yordan tampaknya suatu kesalahan. Mengapa ia tidak memilih dataran maritim yang menarik, atau daerah yang berbukit, atau daerah pegunungan tengah di Palestina? Penggalian di Khirbet Kerak, Bet-Sean, Yerikho, Teleilat el Ghassul, Bab Ed-Dra dan berbagai situs lain telah menunjukkan bahwa banyak orang tinggal di lembah Yordan dan sekitar Laut Mati, daerah "Dataran Yordan", pada milenium ke-3 dan ke-2 sebelum Masehi.
Beberapa ahli telah berpikir bahwa telah terjadi perubahan iklim yang drastis di daerah Yordan selama zaman purba, tetapi Nelson Glueck melaporkan bahwa tidak ada bukti tentang perubahan semacam itu. Apa pun juga penjelasan yang terakhir, eksplorasi Glueck, baik sebelum maupun sesudah tahun 1940, menunjukkan daerah tersebut
"padat penduduknya" karena ia menemukan lebih dari tujuh puluh situs kuno, banyak di antaranya didirikan lebih dari lima ribu tahun yang lalu. Glueck menyimpulkan bahwa seharusnya tidak ada lagi "ocehan" mengenai "kekosongan Lembah Yordan!" Jadi, temuan-temuan arkeologi telah menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang tahu faktanya dapat mengesampingkan dan menyalahkan catatan Alkitab tentang pilihan Lot akan daerah Yordan.
Setelah Lot pindah ke daerah Dataran Yordan dan telah menetap di Sodom, sebuah koalisi militer empat raja dari Mesopotamia datang ke daerah ini dan berperang melawan lima raja yang tinggal dekat Laut Mati, termasuk raja Sodom dan raja Gomora. Ketika raja-raja Mesopotamia kembali ke tanah airnya, mereka membawa serta Lot sebagai bagian dari rampasan mereka. Abraham mengejar tentara raja-raja ini dan membawa kembali Lot.
Kejadian pasal 14 telah dianggap sebagai tidak historis oleh kritikan seperti Noldeke. Para kritikus ini mengatakan bahwa:
(1) nama raja-raja Mesopotamia itu bersifat fiktif dan tidak sesuai dengan sejarah;
(2) pada masa Abraham, tidak diadakan perjalanan yang begitu jauh seperti ditunjukkan oleh ekspedini militer ini; dan
(3) tidak ada jalur pasukan di sebelah timur Palestina.
Temuan-temuan arkeologis membantu menegaskan keabsahan dari Kejadian 14. Berbagai prasasti yang ditemukan pada tahun-tahun belakangan telah memperlihatkan bahwa nama raja-raja Mesopotamia dalam beberapa hal dapat disamakan dengan nama orang-orang yang telah diketahui dari temuan-temuan. Bagaimanapun juga, nama-nama itu cocok dengan pola nama Babilonia.
Identifikasi yang kuno antara Amrafel dengan Hammurabi tidak lagi dipertahankan. Albright menganjurkan untuk menyamakan Amrabel dengan Amud-pi-el ("abadi adalah sabda EL"), seorang raja yang disebutkan dalam lempeng-lempeng Mari dan berkuasa di Babel pada abad sebelum Hammurabi. Meskipun rujukan kepada Kedorlaomer belum ditemukan dalam prasasti-prasasti, sering ditunjukkan bahwa ada dua unsur Elam dalam namanya: 'Kedor' ('Kudur'), ditemukan dalam berbagai nama Elam; dan 'Iaomer', penghalusan nama sebuah dewi Elam, Lagamar. Tideal, raja Goyim, telah dihubungkan dengan Tudhalias (beberapa raja Het memakai nama demikian), dan Ariokh, raja Elasar, dihubungkan dengan Ariwuk (sebuah nama yang muncul dalam teks Mari). Apakah identifikasi ini diterima atau tidak, dengan segera terlihat bahwa Kejadian 14 tidak memperkenalkan bentuk-bentuk fiksi tetapi nama-nama Timur Dekat yang baik. Mungkin yang menarik untuk mengatakan, sambil lalu, bahwa lempeng-lempeng tanah liat Babel yang ditulis pada periode bapa leluhur menyebutkan Abarama dan Abamrama, yang bentuknya sangat dekat dengan kata Ibrani Abraham dan sering disamakan dengan
Abraham, meskipun tentu saja nama-nama tersebut tidak menunjuk kepada bapa leluhur itu sendiri.
Bukti mengenai perjalanan zaman kuno pada masa Abraham telah ditemukan pada sebuah lempeng tanah liat yang ditemukan di Babilonia. Bukti ini juga ditemukan dalam sekelompok lempeng tanah liat lain yang ditemukan di perbatasan Siria yang sekarang di situs Mari, sebuah kota kuno. Pada lempeng tanah liat Babilonia itu tertulis sebuah perjanjian yang menetapkan bahwa sebuah kereta telah disewa dengan persyaratan bahwa kereta itu 'tidak' dikendarai melintasi daerah pesisir Laut Tengah. Ini menunjukkan bahwa pada masa Abraham mengadakan perjalanan dari Mesopotamia ke pesisir Laut Tengah begitu lazim sehingga bila orang menyewa sebuah kereta ia mengambil risiko kereta itu akan rusak setelah dikendarai beberapa ratus mil ke daerah pantai di sekitar Siria dan Palestina. Tentu saja informasi ini menyelesaikan setiap pemikiran bahwa perjalanan yang jauh tidak mungkin diadakan pada masa Abraham. Tambahan lagi,
sedini tahun 2300 sebelum Masehi, Sargon dari Akkad (dekat kota Babel) beberapa kali menyerang orang Amori di Siria dan Palestina.
Terutama penting untuk kajian yang sekarang ini adalah kenyataan bahwa sebelum Hammurabbi memerintah di Babel, Kudur-Mabug, seorang raja Elam di Larsa (sebelah utara Ur), menyatakan diri sebagai "Raja atas negeri Amurru", yang mungkin meliputi Palestina dan Siria.
Bukti mengenai jalur pasukan di sebelah timur Palestina ditemukan oleh arkeolog Amerika, W.F. Albright, dari John Hopkins University. Ia mengatakan bahwa "sebelum ia menganggap jalur pasukan yang luar biasa ini sebagai bukti terbaik dari tokoh legendaris kisah ini." Para penulis yang menganut sebagian atau seluruh pandangan kritis itu, kini cenderung lebih mempercayai keabsahan kejadian-kejadian ini dalam kehidupan Abraham. Caiger, yang membuat beberapa konsesi terhadap pandangan kritis ini, akhirnya mengakui bahwa "tampaknya tidak ada alasan untuk meragukan dasar yang faktual dari Kejadian 14."
Setelah Abraham merebut Lot kembali, ia mungkin takut akan balas dendam dari pihak raja-raja Mesopotamia, tetapi Allah meyakinkan dia dengan kata-kata yang menghibur, "Janganlah takut Abraham, akulah perisaimu...". Setelah perkataan ini diberi janji bahwa keturunan Abraham akan menjadi sebanyak bintang di langit. Abraham percaya "kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." Ayat ini amat penting, karena di sini untuk pertama kalinya muncul kata-kata 'percaya', 'memperhitungkan', dan 'kebenaran'. Kapan saja kita mengkaji kebenaran-kebenaran Alkitab yang agung tentang percaya atau iman, tentang penghitungan, dan tentang kebenaran maka kita harus mengingat ayat yang penting ini. Kita akan menyebut kepercayaan Abraham pada Allah sebagai "iman yang menyelamatkan", karena sepanjang zaman, manusia telah diselamatkan padanya atau dipertalikan dengannya. Orang Suci Perjanjian Lama menanti-nantikan kedatangan Benih yang dijanjikan (Kristus), dan mereka diselamatkan oleh iman karena penumpahan darah-Nya, sama
seperti orang percaya masa kini menoleh kembali kepada salib dan diselamatkan oleh iman. Kisah Para Rasul 15:11, "Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan 'sama seperti mereka juga'." Orang Suci Perjanjian Lama, yang datang sebelum utang dosa benar-benar dibayar di kayu salib, berada pada posisi orang-orang yang memiliki selembar cek yang diberi tanggal yang lebih awal, sebuah cek yang dananya pasti akan didepositokan.
Perjanjian dan janji Allah kepada Abraham bahwa ia akan mempunyai keturunan yang banyak, yang akan mewarisi Tanah Perjanjian tampaknya telah membangkitkan keinginan Sarai untuk memiliki ahli waris meskipun ia tidak mempunyai anak. Sarai memberikan hamba perempuannya, Hagar, kepada Abraham sebagai istri kedua. Bagi Abraham dan Hagar lahirlah seorang anak laki-laki, Ismael. Ketika mencari keturunan dengan cara ini, Abraham dan Sarai "berjalan mendahului Tuhan." Pada waktu yang telah ditentukan allah, Ia akan memberikan kepada mereka anak kandungnya yang sah, yaitu Ishak.
Sama sekali tidak ada ayat yang menandaskan bahwa Allah memerintahkan Sarai untuk memberikan Hagar kepada Abraham sebagai istri kedua. Sudah jelas bahwa itulah gagasannya sendiri. Temuan-temuan arkeologis menunjukkan sumber yang mungkin untuk gagasan ini. Undang-undang Hammurabi menunjukkan bahwa di Babilonia
seorang istri boleh memberikan seorang hamba perempuan sebagai istri kedua bagi suaminya agar mereka memperoleh anak-anak oleh hamba perempuan itu.
Kitab Undang-undang Hammurabi menyusun banyak hukum dan kebiasaan yang telah digunakan selama banyak generasi. Ini ditunjukkan oleh publikasi yang berikut dari Kitab Undang-undang Lipit-Ishtar, yang berisi hukum-hukum yang sama dengan kitab Undang-undang Hammurabi dan yang ditulis dua abad lebih dulu. Bukti mengenai hukum-hukum
lain yang lebih tua telah ditemukan dalam penggalian Tell Hermel (1945 dan seterusnya) di daerah Baghdad masa kini. Sejumlah lempeng-lempeng tanah liat telah ditemukan yang mencakup banyak hukum dari mana Bilalama (abad ke 19 sebelum Masehi kronologi minimal). Salah satu dari hukum-hukum ini sama dengan hukum dalam Keluaran 21:35. Undang-undang Bilalama terdiri atas sebuah pendahuluan dan 59 bagian, yang mencakup hubungan bisnis, harga dan upah yang telah ditetapkan, hukuman bila mengingkari janji, pelanggaran, pernikahan, simpanan, penjualan, serta kerugian dan luka-luka yang disebabkan oleh orang, binatang, benda. Dari apa yang dikatakan di sini, ternyata Undang-undang Hammurabi bukan kitab undang-undang yang paling tertua, dan undang-undangnya tidak orisinil. Beberapa sarjana sekarang yakin bahwa fungsi utama kitab tersebut adalah memperbaharui hukum adat Mesopotamia. Tentu saja ini adalah kitab undang-undang purba yang paling lengkap dari daerah intu, dan telah disusun paling tidak tiga atau empat abad sebelum undang-undang Musa.
Jadi, Abraham dan Sarai tidak mengikuti petunjuk kehendak Allah, melainkan mengikuti adat istiadat dari negeri lama yang telah mereka tinggalkan. Keterangan arkeologis ini penting untuk menolak gagasan bahwa Allah menyetujui atau bahkan menuntut permaduan (memiliki banyak istri) dalam Perjanjian Lama. Praktek poligami dalam periode Perjanjian Lama dilakukan di bawah kehendak Allah yang memberi izin, bukan di bawah kehendak Allah yang memberi instruksi.
Setelah itu Allah menyatakan diri-Nya kepada Abraham sebagai El-Shaddai, Allah yang Mahakuasa. Kemudian, Ia mengubah nama Abram menjadi Abraham sebagai simbol dari perjanjian dan hubungan baru antara Abraham dan Allah, lalu Ia menetapkan sunat sebagai tanda lahiriah dari hubungan perjanjian dengan Allah. Sunat tidak menyelamatkan Abraham atau membawa dia dan keturunannya masuk hubungan yang vital dengan Allah, sama seperti baptisan air dewasa ini tidak menyelamatkan seorang anak atau orang dewasa; keduanya adalah tanda lahiriah dari perjanjian dengan Allah dan kepercayaan kepada Allah.
Temuan-temuan arkeologis menunjukkan bahwa praktek sunat dapat dirunut kepada zaman Abraham. Tindakan pembedahan ini digambarkan pada berbagai relief di Mesir yang berasal dari zaman Perjanjian Lama. Sebuah gambar mengenai pelaksanaan sunat dari sebuah relief makan di Mesir. Relief ini dibuat sekitar tahun 2300 sebelum Masehi. Salah satu dari gading Megido, yang dibuat pada abad ke 13 sebelum Masehi menunjukkan pangeran Megido, mungkin sedang merayakan sebuah kemenangan. Keretanya ditarik oleh budak-budak telanjang, yang disunat. Kita memikirkan apakah tawanan ini orang Kanaan atau Amori atau Ibrani. Dalam makam-makam kuno di Mesir terdapat jenazah-jenazah yang memperlihatkan bahwa orang itu telah disunat.
Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan sunat telah dilakukan sejak zaman dahulu.
Setelah penetapan sunat, Allah memberitahukan kepada Abraham bahwa ia dan Sara akan dikaruniai seorang anak laki-laki. Abraham tertawa, mungkin karena heran sebab usianya yang lanjut (seratus) dan demikian pula Sara (sembilan puluh). Kemudian ketika malaikat-malaikat mengunjungi Abraham di Mamre, dekat Hebron (sekitar 32 km sebelah selatan Yerusalem), Sara juga tertawa ketika mendengar pemberitahuan mereka bahwa ia dan Abraham akan mempunyai seorang anak laki-laki. Kemudian, ketika anak itu lahir, ia dinamai Ishak, yang berarti "tertawa", karena tawa kedua orang-tuanya.
Dalam hubungan dengan nubuat kepada Abraham tentang kelahiran Ishak yang akan datang, maka disampaikan juga pemberitahuan mengenai hukuman yang akan dijatuhkan atas Sodom dan Gomora, kota-kota yang jahat. Tampaknya hanya seorang dari ketiga malaikat itu yang menyampaikan pemberitahuan tentang Sodom dan Gomora, dan ia disebut sebagai "Tuhan". Dua malaikat yang lain berjalan terus untuk berbicara dengan Lot dan bertemu dengannya di pintu gerbang Sodom. Malaikat yang tetap bersama Abraham dan yang disebut sebagai "Tuhan", pada umumnya dianggap sebagai "malaikat Tuhan", yang menampakkan diri sepanjang Perjanjian Lama dan yang tidak diragukan lagi adalah penampakan diri Kristus sebelum inkarnasi yang sering disebut sebagai 'christophany' atau 'theophany'.
Syafaat Abraham bagi kota-kota yang jahat ini amat berarti, bukan sebagai contoh tawar-menawar, melainkan sebagai contoh tentang efek permintaan yang berulang-ulang. Kebenaran yang sama diketengahkan dalam perumpamaan tentang hakim yang tidak adil yang berulang-ulang didatangi oleh seorang perempuan janda; ini merupakan pelajaran tentang ketekunan dalam doa. Tuhan telah menyusun dan menggabungkan bagian-bagian dunia ini berdasarkan prinsip doa; Ia telah "memberikan hak kepada seorang pribadi yang diciptakan untuk menyatakan kebutuhannya dengan iman."
Lot sedang duduk di pintu gerbang Sodom ketika kedua malaikat tiba di kota. Penggalian-penggalian arkeologis menunjukkan bahwa di pintu-pintu gerbang kota-kota di Palestina sering terdapat bangku atau tempat duduk dari batu sebagai sebuah bagian dari struktur yang terpasang tetap, supaya orang-orang dapat duduk di sana dan menunggu kawan-kawan mereka atau mengadakan pembicaraan dengan orang-orang
yang ada janji dengan mereka untuk bertemu di pintu gerbang.
Penggalian oleh Pacific School of Religion di Tell en-Nasbeh (1926-1935), yang oleh para penggali dianggap sebagai lokasi kota Mizpa yang disebut dalam Alkitab, menampakkan sebuah gerbang dengan bangku-bangku batu yang berjajar di sampingnya. Orang-orang biasanya duduk di pintu gerbang untuk menemui rekan-rekannya, mendengar berita, dan berdagang. Di pintu gerbang transaksi resmi dilakukan, seperti ditunjukkan dalam pembuatan perjanjian nikah antara Rut dan Boaz, yang diatur di pintu gerbang kota. Pintu gerbang adalah tempat pemberitahuan umum; di pintu gerbang kota Daud menunggu untuk mendengar berita tentang Absalom, dan kemudian ia naik ke anjung pintu gerbang dan meratapi dia. Tampaknya pintu gerbang kota adalah tempat para nabi menyampaikan amanat mereka. Pentingnya pintu gerbang menjadi jelas, karena betapa sering pintu gerbang disebutkan dalam Perjanjian Lama. Temuan-temuan arkeologis telah memberikan petunjuk lebih lanjut tentang ukuran dan pengaturan pintu gerbang pada zaman Alkitab dan menjelaskan pentingnya struktur ini dalam kehidupan di Timur Dekat. Sebuah pintu gerbang yang sangat menarik, yang dibangun dalam periode kerajaan yang pecah abad ke-9 dan ke-8 sebelum Masehi, telah ditemukan di Dan sebagai hasil penggalian-penggalian yang diadakan di tempat itu sejak tahun 1966 di bawah kepemimpinan Abraham Biran dari Departemen Kepurbakalaan Israel. Di tempat itu seorang pengunjung dapat melihat sebuah bangku batu sekitar 4,5 meter panjangnya, yang mungkin telah digunakan oleh dewan kotapraja untuk bermusyawarah. Di sampingnya terdapat sebuah struktur dengan langit-langit yang mungkin telah melindungi takhta raja atau patung pujaan.
Setelah bertemu dengan para tamu di pintu gerbang, Lot membawa mereka ke rumahnya. Orang-orang jahat di Sodom berkerumun di muka pintu rumah Lot dan berusaha mendobrak pintu itu tetapi mereka tidak dapat masuk. Penggalian di Palestina telah menghasilkan informasi yang menarik tentang pintu rumah Lot yang tahan dobrakan. Ketika Kyle dan Albright menggali lokasi Tell Beit Mirsim (1926-1930 dan seterusnya), yang dihubungkan dengan kota Kiryat-Sefer di Alkitab, mereka menemukan pada strata Zaman Perunggu Tengah (2200-1600 sebelum Masehi) dinding-dinding yang kokoh dan pintu-pintu yang besar. Di sebuah bangunan, rongga kunci pintu yang amat besar masih ada di tempatnya, yang menunjukkan konstruksi pintu-pintu yang berat pada masa Lot. Sebaliknya, pada strata Zaman Besi Awal II (900 – 600 sebelum Masehi), banyak rumah dan puluhan lubang pintu digali, tetapi jarang sekali ditemukan rongga kunci pintu. Jelaslah bahwa pada periode yang kemudian ini penduduk hanya menggunakan jalan terbuka sebagai pintu masuk atau menggunakan tirai untuk menutup pintu masuk itu. Selama periode ini, raja-raja Israel dan Yehuda sedang memerintah; jadi ada pemerintahan pusat yang kuat. Tetapi pada awal periode Abraham dan Lot (sekitar tahun 2000 sebelum Masehi) tidak ada pemerintahan pusat yang kuat, jadi pintu-pintu dan dinding-dinding yang kuat sangat diperlukan. Makin kecil angkatan polisi, makin besar pintu-pintu. Pintu yang berat di rumah Lot cocok sekali untuk periode ini. Akan tetapi, para kritikus menarikhkan penulisan kisah Abraham pada abad ke-9 dan ke-8 sebelum Masehi.
Bagaimana penulis mengetahui kondisi seribu tahun atau lebih sebelum masa hidupnya. M.G. Kyle berkomentar, "Apakah ia seorang arkeolog ulung, yang, sementara Dataran Sodom masih belum didiami, telah berhasil menggali peradaban kuno tersebut dan menguraikan dengan sedemikian tepat kondisi yang berlaku pada waktu itu, sehingga uraian tersebut benar-benar sesuai dengan fakta yang ditemukan di Kiryat-Sefer?"
Setelah Lot diperingatkan oleh kedua malaikat itu, ia dan keluarganya meninggalkan kota Sodom. Lalu Allah menurunkan hujan belarang dan api atas kota-kota di dataran itu untuk menghancurkannya. Ada lima kota utama di wilayah ini, termasuk Sodom dan Gomora. Sebuah petunjuk mengenai lokasi kelima kota ini terlihat dalam fakta bahwa di ujung selatan Laut Mati, terdapat lima anak sungai yang mungkin merupakan sumber air untuk masing-masing kota tersebut. Eksplorasi arkeologis di ujung selatan Laut Mati, khususnya di lokasi Bab-ed-Dra (yang mungkin merupakan tempat pemujaan berhala untuk penduduk Sodom dan Gomora), telah menunjukkan bukti suatu perubahan dalam peradaban sekitar tahun 2000 sebelum Masehi. Berbagai penelitian oleh Nelson Glueck juga telah menunjukkan suatu perubahan dalam kebudayaan sekitar tahun 2000 di Transyordan, yang ia hubungkan dengan periode Abraham.
Ada kemungkinan bahwa kota-kota Sodom dan Gomora dewasa ini tertutup oleh air yang dangkal di ujung selatan Laut Mati. Ada bukti bahwa permukaan Laut Mati telah naik perlahan-lahan selama berabad-abad.
Pada tahun 1892, Dr. Kyle melihat sebuah pulau di ujung utara Laut Mati. Kemudian, naiknya air menyebabkan pulau itu menghilang. Ketika pada tahun 1924, ia melewati tempat pulau yang sama itu dalam sebuah perahu motor, pulau itu tertutup air setinggi beberapa kaki.
Sebenarnya, permukaan Laut Mati berfluktuasi luar biasa dalam kaitan dengan tahun-tahun hujan dan kemarau dan kegiatan tektonik di dasar laut itu. Tetapi selama abad ke-19 permukaan air itu naik sekitar 11 meter dan kemudian turun pada awal abad ke-20. Dalam tahun-tahun belakangan ini terlihat bahwa permukaan air itu menyusut di ujung
selatan karena pemakaian air untuk irigasi lebih jauh ke utara di Lembah Yordan. Mungkin terbuka kesempatan pada tanggal yang lebih awal untuk mengeksplorasi dasar laut itu guna mencari lokasi kota-kota dataran tersebut. Pada masa Yosefus, pada akhir abad pertama Masehi, jelaslah bahwa ujung selatan Laut Mati tidak meliputi seluruh dataran itu, karena Yosefus, sejarawan Yahudi yang terkenal, menulis, "Bekas-bekas kelima kota itu masih terlihat".
Agaknya, Yosefus telah melihat sendiri reruntuhan Sodom dan Gomora.
Pada waktunya seorang anak laki-laki dilahirkan bagi Abraham dan Sara. Ia dinamakan Ishak, yang berarti "tertawa", karena Abraham dan Sara telah tertawa keheranan ketika mendengar pemberitahuan Tuhan bahwa mereka akan dikaruniai seorang anak pada masa tuanya.
Beberapa tahun kemudian Allah menguji Abraham, ketika menyuruh dia membawa Ishak ke salah satu gunung di tanah Moria dan mengorbankan dia di sana. Penulis kitab Tawarikh menggunakan nama "Moria" untuk gunung di Yerusalem tempat bait Salomo dibangun. Beberapa ahli berpendapat bahwa ini sama dengan "tanah Moria" pada masa Abraham. Bahwa Allah tidak menghendaki anak itu dibunuh, terlihat dari
kesudahan kejadian tersebut - Ishak tidak dibunuh. Ketika Abraham mendaki gunung itu dan mengulurkan tangannya, sebenarnya ia telah melaksanakan korban itu dalam hatinya sendiri dan telah sepenuhnya memenuhi ujian Allah. Karena itu, dengan segera Allah mengutus malaikat Tuhan untuk turun tangan dan menunjukkan kepada Abraham domba jantan yang disediakan Allah sendiri untuk dikorbankan sebagai ganti Ishak. Domba jantan yang dikorbankan sebagai ganti Ishak adalah "gambaran" yang indah tentang kematian Kristus mengganti orang lain. Kristus mati disalib tidak saja untuk menanggung hukuman atas dosa-dosa kita, tetapi Ia benar-benar mati menggantikan kita,
sama seperti domba jantan yang mati sebagai pengganti Ishak.
Kejadian-kejadian semacam ini lebih baik disebut "gambaran" daripada "lambang" dan istilah "lambang" untuk subyek dan kejadian Perjanjian Lama yang secara khusus ditunjuk (biasanya dalam Perjanjian Baru) disediakan sebagai lambang kebenaran Allah. Misalnya, tirai kemah suci, yang digambarkan dalam Perjanjian Lama, dinyatakan dalam
Perjanjian Baru sebagai lambang tubuh atau daging Kristus.
Terkoyaknya tubuh Kristus di kayu salib membuka jalan masuk yang lebih mudah kepada Allah, bahkan seperti terbelahnya tirai bait suci (yang cocok dengan kemah suci sebelumnya) membuka secara harfiah jalan masuk kepada tempat mahakudus yang di dalam.
Pada waktu ini, Abraham tinggal di Bersyeba di Palestina selatan, "negeri orang Filistin". Hubungan Abraham dengan orang-orang Filistin pada zaman itu merupakan suatu masalah karena seperti yang diketahui oleh para arkeolog dan sejarawan, orang Filistin baru memasuki Palestina pada abad ke-20 sebelum Masehi. Pandangan yang umum adalah bahwa mereka menyerang Mesir dari arah laut selama pemerintahan Ramses III (1198 - 1167 sebelum Masehi), bahwa mereka dipukul mundur, lalu mereka menetap di Palestina selatan, di daerah yang dikenal sebagai Dataran Filistea. Kemudian mereka menjadi suatu bangsa yang sangat kuat di daerah itu dan menindas orang Ibrani
selama masa para hakim dan raja Saul.
Burrows dari Yale mengatakan tentang masalah ini, "Kita mengatahui bahwa orang-orang Filistin datang ke Palestina pada permulaan Zaman Besi Purba, menjelang tahun 1200 sebelum Masehi. Memang tidak mungkin untuk menarikhkan masa hidup Abraham dan Ishak pada kurun waktu itu, namun kitab Kejadian menjelaskan bahwa keduanya pernah berurusan dengan orang-orang Filistin dan raja mereka, Abimelekh." Burrows mengatakan bahwa hal ini mungkin dapat dijelaskan sebagai "suatu anakronisme (penempatan tokoh yang tidak sesuai) yang tidak merugikan" dan menyimpulkan, "Bagaimanapun juga kesalahan itu telah terjadi, niscaya itu tetap merupakan kesalahan". Jenis kontradiksi seperti ini, sering digunakan oleh para kritikus untuk menyokong
pernyataan mereka bahwa Alkitab mempunyai "masalah yang rumit dan bahkan dalam beberapa hal terjadi kontradiksi langsung."
Sehubungan dengan masalah ini, bermanfaat untuk dicatat bahwa menurut Perjanjian Lama orang-orang Filistin datang dari pulau Kaftor, yang umumnya disamakan dengan Kreta. Lagi pula, istilah orang Kreti digunakan untuk menunjuk orang Filistin dalam 1 Samuel 20:14, Yehezkiel 25:16, dan Zefanya 2:5-6.
Jika orang-orang Filistin dari sekitar tahun 1200 sebelum Masehi datang dari Kreta, mereka tentunya telah menjadi bagian dari kebudayaan maritim yang suka berperang, yang dikenal sebagai Orang Laut yang diusir dari Aegea oleh orang-orang Yunani Misenia. Di Palestina mereka tetap suka perang dan tak henti-hentinya menjadi
ancaman bagi bangsa Israel selama masa para hakim dan zaman kerajaan yang mula-mula.
Akan tetapi, orang Filistin bukan satu-satunya bangsa kuno yang datang dari Kreta. Orang Kreta dari Minoa telah mendirikan beberapa koloni perdagangan di sekitar Laut Tengah sekitar tahun 2000 sebelum Masehi. Ada banyak bukti tentang hubungan mereka dengan Palestina dan Mesir selama zaman dahulu kala ini. Lagi pula, orang-orang Filistin pada masa Abraham tampaknya adalah orang-orang petani yang cinta damai, sama seperti orang Minoa.
G. Ernest Wright telah menjelaskan bahwa kata Ibrani yang diterjemahkan "Filistin" telah digunakan untuk semua "Orang Laut". Orang-orang Filistin termasuk Orang Laut yang paling penting bagi penduduk Palestina. Mungkin rujukan dalam kitab Kejadian seharusnya diterjemahkan dengan istilah lain. Jika istilah lain dipakai, maka masalah itu akan lenyap sama sekali.
Akhirnya, harus dicantumkan bahwa daerah Gerar dari Abimelekh sekarang telah dikenali sebagai Tell Abu Hureira, sekitar 17 km sebelah tenggara Gaza. Pada tahun 1956, D. Alon menggali di tempat itu dan menemukan bahwa tempat itu telah didiami secara terus-menerus sepanjang setiap periode dari Zaman Chalcolitik sampai Zaman Besi dan daerah ini sangat makmur selama Zaman perunggu (zaman bapa leluhur) Tengah. Ia juga menemukan beberapa perapian peleburan, yang membuktikan pekerjaan besi Filistin. Jadi, beberapa bukti tentang kebudayaan Abimelekh telah ditemukan, tetapi nama "Filistin" tidak dihubungkan dengan kebudayaan itu. Jelas sekarang ini pun ada
cara-cara untuk menyelesaikan masalah orang Filistin ini, dan tidak perlu menyimpulkan bahwa Alkitab telah salah. Temuan-temuan lebih lanjut di daerah sekitar Laut Tengah akan memberikan cara penyelesaian tambahan. Sebenarnya, seluruh masalah pengenalan atau pemahaman tentang orang Filistin dan orang Laut sangat tidak tentu pada saat ini. Setiap pembahasannya bersifat sangat teknis dan rumit dan jauh di luar jangkauan tulisan ini.
Sara meninggal pada usia 127 tahun. Ia adalah satu-satunya wanita yang umurnya disebutkan dalam Alkitab, mungkin karena "sebagai ibu dari benih yang dijanjikan ia menjadi ibu dari semua orang percaya" dalam arti rohani.
Setelah kematian Sara, Abraham bersiap-siap untuk membeli gua Makhpela di Hebron, sekitar 32 km di sebelah selatan Yerusalem. Efron, pemilik gua itu, menggunakan taktik tawar-menawar yang serupa dengan metode yang sekarang ini pun digunakan di negara-negara Timur Dekat. Dengan bersikeras untuk membayar gua itu, maka Abraham wajib menyelesaikan pembelian ini dengan memberikan sejumlah uang yang cukup banyak. Sebenarnya Efron bukan seorang dermawan, meskipun kata-katanya memberi kesan demikian.
Ketika Abraham membayar untuk gua itu, ia menimbang sebanyak empat ratus syikal perak. Ini menunjukkan bahwa uang diukur menurut beratnya pada masa itu dan belum dijadikan uang logam. Berbagai temuan arkeologis menunjukkan bahwa pencetakan uang logam dimulai menjelang tahun 700 sebelum Masehi, di kerajaan Lidia di Asia Kecil, mungkin sebagai tanggapan atas perdagangan yang meningkat antara orang-orang Lidia dan Yunani. Jadi, implikasi bahwa syikal adalah suatu timbangan dan bukannya uang logam pada masa Abraham adalah petunjuk lain tentang tanggal yang kuno dari catatan mengenai pembelian gua Makhpela oleh Abraham. Indikasi yang sama tentang syikal sebagai timbangan dan bukan uang logam terlihat juga pada masa Yusuf.
Kemampuan Abraham untuk menghasilkan empat ratus syikal perak untuk membeli gua Makhpela menunjukkan bahwa ia tidak sekadar seorang syekh yang hidup berkelana, yang melakukan transaksi dagang yang melibatkan barter. Bagaimanapun ia berasal dari kebudayaan perdagangan yang sangat maju dan ulung di selatan Mesopotamia. Kisah di kitab Kejadian ini mengemukakan dia sebagai seorang yang kaya dan berkuasa, dan pada beberapa dasawarsa belakangan ini banyak sarjana yang bukan injili telah menggambarkan dia dari sudut pandang yang baru dan berarti. Cyrus Gordon mengembangkan tesis bahwa Abraham adalah seorang tokoh pedagang besar dan menyimpulkan bahwa:
"Kisah-kisah tentang para bapa leluhur, sama sekali tidak mencerminkan kehidupan suku Badui, melainkan sangat internasional dalam lingkungan pergaulan mereka, dengan latar belakang yang memungkinkan orang mengadakan perjalanan di mana-mana untuk usaha
dagang... Abraham datang dari daerah melewati sungai Efrat, menjalankan perdagangannya di Kanaan, mengunjungi Mesir berhubungan dengan orang-orang Het, mengadakan perjanjian dengan orang-orang Filistin, membentuk perserikatan militer dengan orang Amori, bertempur dengan raja-raja kecil dari Elam, menikah dengan Hagar
dari Mesir, dan sebagainya."
Albright membantah bahwa Abraham adalah seorang "pemilik kafilah", yang menggunakan kafilah dalam perdagangan yang luas dan menguntungkan antara Palestina dan Mesir. David Noel Feedman memandang dia sebagai "pejuang kepala suku" dan "tokoh pedagang besar" yang "berasal dari kebudayaan dan peradaban urban."
Dewasa ini sebuah mesjid Muslim berdiri di atas lokasi yang dianggap sebagai tempat gua Makhpela, dan orang dilarang masuk ke gua tersebut. Selama Perang Dunia I, ketika pasukan-pasukan Jenderal Allenby bergerak menuju Yerusalem, seorang perwira Inggris, Kolonel Meinertzhagen, memasuki mesjid itu untuk mencari pada pejabat Turki di Hebron, yang diaggap telah melarikan diri ke mesjid tersebut. Setelah melewati sebuah pintu ke dalam ruang dari batu kapur, kolonel itu meluncur ke bawah pada lereng yang curam dan ternyata berada dalam sebuah gua sekitar enam meter persegi. Dalam gua itu
terdapat sebuah batu sekitar 1,8 meter panjangnya, 90 cm lebarnya dan 90 cm tingginya. Perwira tersebut yang tidak menyadari pentingnya tempat itu, pergi tanpa menyelidikinya. Kemudian, ketika Hebron telah kembali kepada keadaan normal, ada upaya untuk mengunjungi gua ini, tetapi para penjaga mesjid tidak mengizinkan.
Suatu kesempatan baru untuk menyelidiki gua Makhpela terjadi pada tahun 1967, tidak lama setelah Perang Enam Hari, ketika Moshe Dayan (Menteri Pertahanan Israel) memanfaatkan kemenangan Israel, dan menurunkan seorang gadis berumur dua belas tahun bernama Michal melalui sebuah lubang kecil ke dalam gua. Gadis itu membawa sebuah kamera. Dengan cara ini mereka menemukan bahwa gua itu 3,6 meter atau 3,9 meter dalamnya dan berukuran 2,41 meter kali 2,17 meter.
Dari dinding sebelah tenggara ruangan ini sebuah tangga yang terbenam mengarah turun ke sebuah pintu, dan pintu itu ke sebuah gang yang 17,1 meter panjangnya. Gang ini membawa ke anak tangga yang baik ke pintu masuk yang lain di lantai mesjid, yang sekarang tertutup. Pada sisi barat laut dari ruangan, tempat Michal diturunkan, terdapat tiga lempeng batu, salah satunya mungkin merupakan batu nisan, dan yang lain mungkin merintangi jalan masuk ke gua-gua yang lain.
Ketika Abraham sudah lanjut usia, ia mengutus hambanya kembali ke Mesopotamia Utara untuk mengambil seorang istri bagi Ishak dari antara sanak saudara Abraham sendiri. Hamba itu berangkat dan pergi ke kota Nahor. Adanya kota tersebut diteguhkan oleh lempeng-lempeng tanah liat Mari, yang sering menyebutkannya sebagai Nakhur.
Pada sumur dekat Nahor, hamba itu bertemu dengan Ribka, yang membawanya ke rumah ayahnya, Betuel, kemenakan Abraham. Di rumah Betuel, hamba itu dijamu dengan baik, bahkan diberi air untuk membasuh kakinya. Temuan-temuan arkeologis di Ur Kasdim menunjukkan bahwa di dalam rumah-rumah terdapat sebuah saluran air di sudut ruang masuk, di mana sebuah tempayan diletakkan untuk mencuci kaki.
Ketika diusulkan kepada Ribka agar ia kembali dengan hamba itu ke Kanaan untuk menjadi mempelai wanita bagi Ishak, dengan rela ia menyetujuinya. Kisah yang indah ini memberikan gambaran yang luar bi asa mengenai kebenaran rohani. Abraham yang melambangkan Allah Bapa mengutus hamba yang tidak bernama, yang melambangkan Roh Kudus yang tidak berbicara mengenai dirinya, untuk mencari Ribka, yang menggambarkan gereja, mempelai wanita Kristus yang dipanggil keluar.
Ishak menggambarkan Mempelai Pria, yang meskipun belum dilihat oleh mempelai wanita, tetap dikasihinya karena kesaksian hamba tersebut.
Setelah kematian Sara, Abraham menikah dengan Ketura. Beberapa penafsir berpendapat bahwa Ketura telah diambil sebagai istri kedua atau gundik sebelum kematian Sara, namun pandangan ini tidak didukung oleh ayat-ayat Alkitab. Beberapa tahun kemudian Abraham meninggal dunia pada usia yang sangat lanjut, 175 tahun. [ðððð]
|
Amin Tuhan Isa memberkati
BalasHapus